Sabtu, 02 April 2011

-MENANGISLAH-

MARI MENANGIS….
Assalamu’alaikum
Warohmatullahi
Wabarokatuh..
Secara tidak sengaja air mata
kita (terutama seorang
wanita) menetes bila
mengenang kepedihan,
kesakitan dan sebagainya,
tapi saudari Aniza Niza malah
mengajaknya agar menangis
seperti puisi yang berjudul
“ Mari Menangis.....”
Menangis karena
kekurangan diri,
Menangis karena
mengenangkan dosa'' kita
yang terlalu banyak,
Menangis karena kita
tdk mampu untuk melazimi
sholat sunat tahajud,
Menangis karena kita
selalu terlupa membaca
ayat'' Al - Qur'an,
Menangis karena kita
sukar sekali untuk sholat
fardlu berjama'ah diawal
waktu,
Marilah menangis
dengan air mata keinsyafan
sampai masanya nanti,
apabila kita menangis
dengan darah mata
sekalipun,insaf kita itu
tertolak,
Marilah menangis dan
bersujud kepada Allah dengan
sujud dengan penuh
ketundukan hati,
sementara kita masih
mampu sujud sebelum
sampai masanya nanti kita
hanya mampu berlutut,
Tahukah engkau, kaum pria
sesungguhnya jauh lebih
sering MENANGIS.?. Namun
mereka menyembunyikan
tangisnya di dalam kekuatan
akalnya. Itulah mengapa
Tuhan menyebutkan pada
pria terdapat dua kali lipat
akal seorang wanita. Dan
itulah sebabnya mengapa
tiada yang kau lihat
melainkan ketegarannya. Pria
menangis karena tanggung
jawabnya di hadapan
Tuhannya. Dia menjadi
tonggak penyangga dalam
rumah tangga. Menjadi
pengawal Tuhan bagi Ibu,
saudara perempuan, istri dan
anak-anaknya.
Maka...tangisnya pun tidak
pernah nampak di bening
matanya. Tangis pria adalah
pada keringat yang
bercucuran demi menafkahi
keluarganya. Tidak bisa kau
lihat tangisnya pada keluh
kesah di lisannya. Pria
"menangis" dalam letih dan
lelahnya menjaga
keluarganya dari kelaparan.
Tidak dapat kau dengar
tangisnya pada omelan-
omelan di bibirnya. Pria
menangis dalam tegak dan
teguhnya dalam melindungi
keluarganya dari terik
matahari, deras hujan serta
dinginnya angin malam.
Tidak nampak tangisnya pada
peristiwa kecil dan sepele.
Pria menangis dalam
kemarahannya, bila
kehormatan diri dan
keluarganya digugat.
Pria menangis dengan sigap
bangunnya di kegelapan dini
hari.
Pria menangis dengan
bercucuran peluhnya dalam
menjemput rejeki.
Pria menangis dengan
menjaga serta melindungi
orang tua, anak dan istri.
Pria menangis dengan tenaga
dan darahnya menjadi garda
bagi agamanya.
Namun...Pria pun sungguh-
sungguh menangis dengan air
matanya di kesendiriannya,
menyadari
tanggungjawabnya yang
besar di hadapan Tuhannya.
Pandanglah Ayah.....
Pandanglah Suami.....
Pandanglah Saudara-saudara
laki-laki.....
Sesungguhnya syurga Allah
berada di dalam keridha'an
mereka...
Beberapa faktor yang dapat
menimbulkan tangisan yaitu :
menyendiri tafakur pada
saat-saat doa ijabah (cepat
dikabulkan), membayangkan
dirinya melihat orang lain
masuk surga, sementara dia
tergelincir dosa, melihat
anggota badan, lalu
mengingatkannya pada amal
sholeh dan kebajikan yang
belum dikerjakan, ingat hari
saat kesalahan ditampakkan,
membuat diri seolah-olah
menangis agar bisa
menangis, bermunajat
kepada Allah Subhanahu wa
Ta ’ala, mengingat dosa dan
menyadari kalau ia tidak
dapat menghitungnya,
mengurangi makan daging
dan banyak makan sayuran
seperti bawang dan lada,
memperhatikan dan
merenungkan semua
peringatan dan nasihat dari
orang sholeh,
membayangkan Jahannam
serta bagaimana ubun-ubun
dan kaki manusia ditarik,
ingat dosa dan kesalahan
berikut dampaknya,
memikirkan kelalaiannya
terhadap Allah Subhanahu wa
Ta ’ala berikut dampaknya,
takut siksa Allah Subhanahu
wa Ta ’ala dan akhir hidup
yang buruk berikut
akibatnya, takut amal
sholehnya ditolak, takut
meninggal dunia sebelum
mempersiapkan diri,
mengagungkan dan
merindukan Allah Subhanahu
wa Ta ’ala, khawatir fitnah
dan berharap agar tetap
berpegang pada agama
sampai mati, dan
merendahkan diri saat
berdoa.
“Taubat” itu merupakan
penyesalan yang akan
mengakibatkan timbulnya
kemauan yang teguh serta
kesengajaan. Apa arti
“penyesalan” atau nadam
itu? .
Penyesalan atau nadam
adalah suatu kesakitan yang
diderita oleh hati di saat hati
itu merasa sangat tertekan
karena terpisah dengan
sesuatu yang dicintainya.
Sebagai tanda yang tampak
di luar, yang menunjukkan
adanya penyesalan itu adalah
sangat berduka cita,
kenangan yang mendalam
serta tercucurnya air mata
dan mendalamnya pemikiran.
Cobalah anda lihat, seseorang
yang merasa tersiksa karena
anaknya memperoleh
kemalangan yang besar, pasti
akan dirasakan lama sekali
adanya bencana itu dalam
hatinya dan selalu pula
menangis karenanya. Coba
anda renungkan agak
mendalam, adakah suatu
benda yang dianggap oleh
manusia itu lebih mulia dan
lebih berharga dari dirinya
sendiri? Adakah suatu
siksaan yang dianggapnya
lebih pedih dari siksa neraka?
Adakah suatu sebab yang
lebih mudah dimaklumi akan
datangnya siksa Tuhan itu
daripada kemaksiatan?
Adakah berita yang lebih
dipercaya dari wahyu Allah
Subhanahu wa Ta ’ala dan
hadist Rosulullah shalallaahu
‘ alaihi wa sallam?
Jika empat pertanyaan sudah
dapat dijawab, maka
resapilah uraian di bawah ini.
Bagaimana jika ada seorang
ayah yang membawa
anaknya berobat ke dokter
ahli, kemudian ia memperoleh
berita bahwa anaknya tiak
akan dapat sembuh
penyakitnya dan bahkan
mungkin tidak lama lagi akan
meninggal dunia? Bayangkan,
bagaimana keadaan orang
tua tersebut? Jelas, bahwa ia
akan berduka cita.
Selanjutnya, resapilah bahwa
apakah anak itu oleh
seseorang dianggap lebih
mulia dan lebih berharga dari
dirinya sendiri? Apakah
dokter itu lebih dapat
dipercaya daripada Allah
Ta ’ala dan Rosul-Nya?
Apakah kematian itu lebih
dari siksa api neraka? Apakah
kesakitan itu dapat lebih
menunjukkan kematian
daripada kemaksiatan yang
dapat menunjukkan akan
kemurkaan Allah dan dapat
pula memudahkan tubuhnya
masuk api neraka?
Begitulah caranya kita
berfikir. Jadi bila kesakitan
yang ditimbulkan oleh
penyesalan itu makin sangat,
maka lebih dapat diharapkan
akan terampuninya atau
tertutupnya dosa yang ada.
Sebagai tanda penyesalan
yang sebenar-benarnya
adalah jika seseorang itu
sudah lunak hatinya, bercucur
terus air matanya dan makin
giat usahanya untuk
menebus dosanya dengan
amalan-amalan sholehnya.
Tujuan penyesalan adalah
apabila dosa-dosa yang
dilakukan itu dirasakan pahit
dan tidak enak, sedangkan
sebelumnya dirasakan sangat
manis dan nyaman sekali.
Jadi bila semula hatinya
sangat condong, kini beralih
menjadi benci dan jika
semula senang dan
mencintainya, kini berubah
menjadi jijik melihatnya dan
ingin menjauhi untuk selama-
lamanya. Hal ini sama dengan
seseorang yang
menghindarkan diri dari madu
yang berisi racun, sekalipun
kerongkongannya sangat
haus ataupun kalbunya
sangat ingin mengenyam
manisnya. Maka dari itu,
seseorang yang sudah
berbuat, harus pula dapat
merasakan pahitnya dosa
yang pernah dilakukannya,
karena ia wajib memaklumi
dengan sungguh-sungguh
bahwa setiap perbuatan dosa
itu rasanya manis bagaikan
madu, namun akibatnya
sangat membahayakan
sebagai racun.
Adapun kesengajaan yang
harus ada di kalbunya adalah
hal-hal yang merupakan buah
dari penyesalan. Tujuan
kesengajaan adalah agar
dapat mengejar apa yang
sudah tertinggal, baik yang
berhubungan dengan masa
ketika itu, baik yang
berhubungan dengan masa
yang lalu ataupun yang
berhubungan dengan masa
yang akan datang.
Hubungannya dengan masa
sekarang ini yaitu
mengharuskan dirinya sendiri
untuk meninggalkan segala
yang dilarang, terutama yang
saat itu sedang dilaksanakan,
juga memenuhi kewajiban
yang wajib dihadapi seketika
itu juga. Hubungannya
dengan masa lalu adalah
sengaja menyusuli apa yang
sudah tertinggal dengan
melakukan kebaikan-
kebaikan sekuat tenaganya,
sedangkan hubungannya
dengan masa yang akan
datang adalah bermaksud
meninggalkan terus
kemaksiatan untuk selama-
lamanya.
Dalam penyesalan diri,
kadangkala juga membawa
tetesan air mata, namun
tetesan yang membawa
keberkahan ada dua
sebagaimana Rasululloh
shalallahu ‘alahi wa sallam
pernah bersabda, “Ada dua
tetesan yang dapat
dibanggakan, dan kelak akan
menjadi saksi di hari
pengadilan, yaitu tetesan
darah syuhada yang wafat
karena menegakkan agama
Alloh dan tetesan air mata
seseorang yang bertaubat”.
Hadits ini menunjukkan
bahwa tetesan darah orang
yang terbunuh di jalan Allah
karena membela agama dan
menolak permusuhan
terhadap Islam dan tetesan
air mata seseorang yang
menitik pelan melintasi kedua
pipinya ternyata tidak
semata buliran tetesan
namun maknanya penuh
kehikmahan di mata Allah
Subhanahu wa Ta’ala,
bahkan akan mejadi
penyebab hidup seseorang
dalam keberkahan. Dalam
hadits Qudsi yang
diriwayatkan oleh Imam
Tirmidzi, "Dari Anas telah
berkata bahwa : 'Saya telah
mendengar Rosulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : 'Wahai anak Adam,
selagi engkau meminta dan
mengharap daripada-Ku,
maka Aku akan ampunkan
apa-apa dosa yang telah
terlanjur dari padamu dan
tidak Aku pedulikan lagi.
Wahai anak Adam, walaupun
sampai dosanya setinggi
langit, kemudian engkau
minta ampun kepada-Ku,
niscaya Aku beri ampun
kepadmu. Wahai anak Adam,
jika engkau datang kepada-
Ku dengan dosa sepadat isi
bumi, tetapi engkau tidak
menyekutukan yang lain
dengan Daku, niscaya Aku
datang (memberi) padamu
dengan ampunan sepenuh isi
bumi pula". "Maha Suci
Engkau, wahai Allah...Dan
dengan pujian kepada
Engkau, wahai
Tuhanku...Sesungguhnya
Engkau amat suka menerima
taubat dan pengasih" (HR Al-
Hakim dari Ibnu Mas'ud).
Tetesan air mata dari
seseorang yang masih hidup
dapat memberikan
keberkahan. Seseorang,
keluar air mata (menangis)
bisa karena takut, cemas
sekaligus rindu dan juga lalai
menunaikan hak-Nya seraya
mengakui dosa yang
diperbuat, lalu merasa
membutuhkan-Nya.
Disebutkan dalam suatu
hadits, bahwa ketika
seseorang sedang dicabut
ruhnya, maka datanglah
syaitan, lalu duduk di dekat
kepala orang itu, seraya
berkata : “Tinggalkan
agamamu, katakan bahwa
Tuhan itu ada dua, sehingga
kamu selamat dari
kesakitan ”. Jika peristiwa
ini dialami oleh anda, maka
merupakan hal yang sangat
berbahaya dan sangat
mengerikan serta
menakutkan. Karena itu,
hendaknya kalian selalu
menangis dan merendahkan
diri kepada Allah Subhanahu
wa Ta ’ala dengan
memperbanyak ibadah dan
berdzikir kepada-Nya agar
selamat dari siksaan Allah.
Demikian yang dapat
disampaikan apa makna
ajakan dari saudari Aniza Niza
“ Mari Menangis”, semoga
bermanfaat..amiin. Bilahit
taufik wal hidayah,
wassalamu ’alaikum
warohmatullahi
wabarokatuh (JM 03042011)